Posts in Category: Bisnis Pesawat

AirAsia dan Bandara Malaysia Berselisih Terkait Terminal Kinabalu

AirAsia dan Malaysia Airports kembali terlibat dalam perang kata-kata terkait pemindahan paksa ke Terminal 1 di bandara Internasional Kota Kinabalu (KKIA) pada tahun 2015.

Dalam sebuah pernyataan yang dirilis pada 23 Juli, Bandara Malaysia menghubungkan peningkatan 9,4% dalam kunjungan wisatawan internasional ke negara bagian Sabah tahun lalu ke konsolidasi maskapai penerbangan di terminal 1 Bandara Internasional Kota Kinabalu pada bulan Desember 2015.

Operator menambahkan bahwa langkah pada Desember 2015 “pertumbuhan yang difasilitasi” untuk AirAsia, yang awalnya berbasis di terminal 2 KKIA, karena pertumbuhan melalui bandara melayang “antara 2 hingga 3% pada 2014/15 … dan melonjak hingga 5% di 2016, 11% pada tahun 2017 dan 15% untuk paruh pertama tahun 2018 “.

Kepala Eksekutif AirAsia Malaysia, Riad Asmat memukul balik operator bandara, yang menyatakan pada 25 Juli bahwa pertumbuhan yang lebih rendah pada 2014/15 berkorespondensi dengan penurunan kedatangan orang Cina karena penculikan di Sabah, “dan tidak ada hubungannya dengan T2”.

Kami terpaksa pindah ke T1 mengingat fasilitas dan fasilitas yang dibuat tidak tersedia [di T2] untuk operasi kami kemudian. Selama periode itu, lalu lintas penumpang KKIA tumbuh tahun ke tahun setiap tahun, kecuali pada tahun 2014 dan 2015,” dia menambahkan,

Maskapai penerbangan itu malah menyerukan Bandara di Malaysia agar mengizinkannya kembali ke T2, yang akan memfasilitasi perluasan jaringan lebih lanjut ke Cina, Korea Selatan, Jepang, dan India. Mengizinkan untuk beroperasi dari fasilitas itu akan memungkinkan basis Kota Kinabalu tumbuh dari delapan pesawat menjadi 45 selama dekade berikutnya – termasuk 10 Airbus A330 dioperasikan oleh saudari pembawa AirAsia X.

AirAsia telah menawarkan untuk menanggung biaya perbaikan dan perluasan fasilitas, yang dapat memfasilitasi untuk membawa 18 juta penumpang melalui Kota Kinabalu pada 2028. “Namun, kami tidak dapat melakukan ini sementara kami tetap dibatasi oleh basis biaya yang lebih tinggi di T1,” tambahnya. Asmat.

Membuat CEO AirAsia marah

Bandara Malaysia juga membuat marah CEO Grup AirAsia Tony Fernandes setelah mengklaim bahwa program insentif dan biaya layanan penumpang yang lebih rendah di terminal berbiaya rendah saat ini di bandara Kuala Lumpur International menjadi penggerak pertumbuhan anggaran maskapai.

Operator bandara mengatakan bahwa antara 2007 dan 2009, insentif “diberikan secara eksklusif kepada AirAsia … dengan selisih MYR376 juta ($ 92,6 juta)”.

Fernandes menanggapi di Twitter, mencatat bahwa semua maskapai penerbangan diberikan insentif oleh operator bandara, dan itu adalah AirAsia yang pada gilirannya “membangun bisnis besar untuk Bandara Malaysia“. Dia menambahkan bahwa daripada dukungan, itu diberikan “sangat berlawanan” oleh operator.

Tetapi kami telah melakukan yang terbaik tetapi poin saya adalah kami dapat melakukan lebih banyak lagi dan menciptakan lebih banyak pekerjaan jika mereka telah bekerja dengan pelanggan terbesar mereka,” tambahnya.

Fernandes juga menyatakan harapan bahwa Komisi Penerbangan Malaysia akan secara efektif “polisi” kekuatan monopoli Bandara Malaysia di masa depan.

Bisnis Penerbangan Tak Melulu Untung

Bisnis penerbangan mungkin terlihat akan sangat menguntungkan, bagaimana tidak, untuk menggunakan jasa pesawat atau helikopter untuk berbagai kebutuhan tidaklah murah. Untuk penerbangan komersil sendiri, tiket pesawat untuk keberangkatan bukanlah murah dan ini menjadikan pesawat masih menjadi transportasi kelas A.

Memang ada banyak hal yang membuat tiket pesawat menjadi mahal, salah satu hal tersebut adalah operasional. Setidaknya setiap maskapai harus mengeluarkan banyak uang operasional dari pesawat. Selain operasional, perawatan, penyewaan bandara serta biaya-biaya lain seperti pilot, pramugari dan staf lainnya turut membuat harga tiket tinggi.

Hal lain seperti kenaikan harga minyak dunia juga turut andil dengan tingginya harga tiket. Memang harga tiket yang mahal tak selamanya, kadang setiap maskapai penerbangan memberikan harga miring baik saat promo atau saat tertentu lainnya. Meskipun demikian, apakah benar bahwa bisnis penerbangan selalu untung?

Bisnis penerbangan juga dapat rugi

Sama seperti bisnis-bisnis lainnya, bisnis penerbangan juga bukanlah bisnis yang tidak dapat rugi. Pada beberapa kasus, maskapai justru harus tutup karena mengalami kerugian besar seperti beberapa kasus maskapai yang pernah terjadi. Tentu hal ini menunjukkan bahwa kemungkinan untuk rugi dalam bisnis penerbangan juga ada.

Para pemiliki dan pelaku bisnis penerbangan sering kali dibuat pusing dengan naik turunnya harga minyak dunia. Dengan harga minyak yang kadang naik dan turun sangat drastis membuat penerbangan harus menyiapkan strategi agar tetap bertahan. Tentunya kualitas dan harga yang sebanding menjadi hal yang harus dipertahankan agar memiliki pelanggan setia.

Untuk penerbangan komersil misalnya, saat terjadinya liburan tentu akan memiliki banyak peminat, dan inilah saatnya bisnis maskapai memberikan layanan terbaiknya. Kecenderungan layanan yang buruk membuat stigma pada maskapai ini akan buruk pada penumpang yang pernah menggunakan maskapai tersebut. Memang tidak dapat dinilai secara keseluruhan jika terjadi layanan yang kurang baik dari maskapai yang dinaiki, namun tentu stigma ini dapat terjadi begitu saja.

Dengan hal tersebut, bisnis penerbangan atau maskapai terus dituntut untuk memberikan layanan terbaik bagi para penumpangnya. Dan tentu saja penurunan pendapatan, bahkan kerugian hingga bangkrut dapat terjadi bagi maskapai yang salah dalam menerpakan rencanan bisnisnya.

Bisnis Carter Pesawat Terimbas Anjloknya Harga Minyak

Harga minyak dunia yang anlok dibawah level USD 30 perbarelnya membuat pelaku usaha pada bidang percarteran bisnis pesawat turut mengalami kelesuan. Selain para pelaku carter pesawat, para pebisnis minya dan gas turut terkena dampak ini.

Wishnu Handoyo selaku Direktur Pelaksana PT Indonesia Transport and Infrastructur Tbk (IATA) mengatakan memang bisnis penerbangan carter baru-baru ini mengalami kendala terkait dengan anjloknya harga minyak di pasar internasional. Dengan kelemahan ini, harga minyak dan gas serta komoditas pada bisnis lainnya mulai terganggu dan merembet ke lainnya.

Wishnu Handoyo mengatakan akibat dari penurunan harga minyak dunia hingga 30 USD perbarel membuat banyak bisnis khusunya carter pesawat harus melakukan evaluasi. Evaluasi pun harus dilakukan secara besar-besaran untuk menghindari dan mengantasipasi penurunan harga minyak dunia ini.

Akibat dari penurunan harga minyak dunia

Dampak yang terjadi akibat penurunan harga minyak dunia ini pun membuat banyak sektor terganggu. Misalnya Wishnu mengatakan sektor minyak dan gas yang menggunakan pesawat untuk carter sebagai operasional akhirnya mencari alternatif lain. Transportasi darat dan laut akhirnya menjadi primadona karena dampak dari penurunan minyak dunia ini.

Adapun penurunan dari harga minyak dunia menurut Wishnu tidak akan lama. Dalam waktu yang tidak lama itu, IAT sebagai salah satu penyedia layanan carter pesawat meyakini perusahaannya dan perusahaan lain yang bergerak pada bidang yang sama dapat menyesuaikan situasi yang sedang berlangsung ini.

Penyesuaian memang harus dilakukan untuk mengurangi dampak yang terjadi akibat penurunan harga minyak dunia akhir-akhir ini. Tentunya hal ini tak cuma terjadi di Indonesia. Situasi yang sama juga ikut ikut terkena dampak karena melonjak turunnya harga minyak dunia akhir-akhir ini.

Ada banyak faktor yang membuat harga minyak dunia mengalami penurunan. Tentu hal ini menjadi warning bagi negara-negara yang terlalu mengandalkan sektor minyak bumi sebagai penghasilan negaranya.